Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menetapkan tarif cukai hasil tembakau naik rata-rata 12 persen pada 2022. Besaran tarif itu telah disepakati bersama Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Namun, untuk kategori sigaret kretek tangan, kenaikan ditetapkan maksimum 4,5 persen. Kebijakan tersebut mempertimbangkan sejumlah kondisi, mulai dari pengendalian konsumsi rokok, ketenagakerjaan, penerimaan negara, hingga peredaran rokok ilegal.
Rinciannya, tarif CHT untuk golongan sigaret kretek mesin atau SKM I adalah 13,9 persen menjadi Rp 985, sedangkan SKM IIA dan SKM IIB naik masing-masing 12,1 persen dan 14,3 persen menjadi Rp 600.
Berikutnya, tarif untuk sigaret putih mesin I naik 13,9 persen menjadi Rp 1.065, serta SPM IIA dan SPM IIB naik masing-masing 12,4 persen dan 14,4 persen menjadi Rp 635.
Adapun untuk golongan sigaret kretek tangan atau SKT IA kenaikannya 3,5 persen menjadi Rp 440, SKT IB naik 4,5 persen menjadi Rp 345, SKT II naik 2,5 persen menjadi Rp 205, dan SKT III naik 4,5 persen menjadi Rp 115.
"Terjadi perbedaan kenaikan yang memang cukup tinggi antara yang mesin dan yang gunakan tangan," tutur Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan penyesuaian tarif cukai rokok perlu diikuti dengan penyesuaian harga jual eceran minimum dengan pertimbangan antara lain agar tarif cukai tidak melebihi batasan 57 persen dari HJE, terutama jenis SKM dan SPM. Pada jenis SKT harga transaksi pasar telah melebihi rara-rata harga jual eceran. Dengan demikian, batasan harga jual eceran minimum pun dinaikkan rata-rata 12 persen.
Pada Oktober lalu, Direktur SDM Universitas Indonesia Abdillah Ahsan meminta tarif cukai rokok harus naik karena Indonesia saat ini mengalami darurat konsumsi rokok. Sebab, kata dia, tembakau merupakan faktor risiko kematian, kesakitan, dan disabilitas nomor satu untuk laki-laki dan tujuh bagi perempuan.
CAESAR AKBAR
Baca: Menteri PUPR Tunjuk Danis Sumadilaga jadi Ketua Satgas Pembangunan IKN