Selain itu, ada risiko harga minyak tetap goyah akibat lalu lintas udara domestik di Cina terpengaruh akibat pembatasan perjalanan yang lebih ketat. Lalu ada risiko kepercayaan konsumen yang lebih lemah setelah wabah kecil yang berulang.
Adapun lembaga pemeringkat Fitch menurunkan peringkat pengembang properti Cina Evergrande Group dan Kaisa Group secara tak langsung turut mempengaruhi sentimen permintaan minyak dari importir komoditas terbesar di dunia itu.
Fitch sebelumnya menyebut dua perusahaan itu telah gagal membayar obligasi luar negeri. Ini memperkuat kekhawatiran potensi perlambatan di sektor properti Cina, serta ekonomi yang lebih luas dari importir minyak terbesar dunia.
Walau harga minyak naik, sejumlah analis memperingatkan potensi hambatan di depan. Carsten Fritsch, analis energi di Commerzbank Research, misalnya, menilai risiko seputar Omicron tidak boleh diabaikan sepenuhnya.
Pasalnya, kata Fritsch, meningkatnya jumlah infeksi dan penularan yang lebih tinggi dari varian virus baru mendorong semakin banyak negara untuk memberlakukan pembatasan baru. "Yang tidak mungkin membuat permintaan minyak sepenuhnya tidak terpengaruh," tuturnya.
Selain itu, ia memperkirakan pada kuartal pertama tahun 2022 bakal terjadi kelebihan pasokan minyak yang cukup besar bahkan tanpa dampak Omicron. Hal ini disebabkan penurunan permintaan yang terjadi musiman.
Harga minyak juga diprediksi bakal kembali melemah karena di saat yang sama, pasokan akan naik karena produksi minyak diperluas oleh negara-negara penghasil minyak dan sekutunya atau OPEC+. "Dan cadangan minyak strategis dilepaskan di AS dan negara konsumen terkemuka lainnya," ujar Fritsch.
ANTARA
Baca: Super Air Jet Buka Rute Jakarta - Pekanbaru, Harga Tiket Dibanderol Rp 555 Ribu
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.