Salah satunya sorotan datang dari lembaga pemeringkat kredit global Moody’s. Dalam laporan terbaru Moody's Investors Service, perusahaan penambang batu bara di Indonesia terancam menghadapi kekurangan pendanaan di masa depan.
Sebab, perbankan global dan domestik serta investor obligasi belakangan kian selektif untuk menyalurkan dana ke sektor batu bara. Oleh karena itu, Jahja berharap dalam sementara waktu sebelum tahun 2030, perbankan bisa diberikan kemudahan dalam menyalurkan kredit ke sektor pertambangan.
Lebih jauh, Jahja juga meminta OJK untuk mempertimbangkan beberapa hal terkait dengan green financing. “Kalau kita lihat, polusi di Indonesia, terutama di daerah-daerah persentasenya kecil dibandingkan Eropa, dan kita tidak mungkin mendapatkan energi dari sungai atau angin karena tidak cukup," tuturnya. "Jadi, satu-satunya potensi, ya, batu bara."
Oleh karena itu, menurut dia, dengan potensi batu bara yang besar tapi tak didukung dengan arah kebijakan membuat kalangan perbankan bimbang. "Nah, ini buat kita dilematis juga,” kata Jahja.
BCA hingga kuartal ketiga tahun ini sudah menyalurkan kredit ke sektor-sektor berkelanjutan dengan nilai Rp 143,1 triliun atau naik 25 persen secara tahunan. Nilai tersebut berkontribusi 23,6 persen dari total portofolio kredit perusahaan berkode saham BBCA itu, di antaranya mencakup pembiayaan kepada sektor usaha kecil menengah (UKM), pengelolaan SDA, dan lahan yang berkelanjutan.
BISNIS
Baca: Partai Buruh Ancam Bergerak Jika Pemerintah Tak Sepakat Putusan MK soal Omnibus
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.