TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA, Jahja Setiaatmadja, blak-blakan menjelaskan dilema yang dihadapi kalangan perbankan dalam menyalurkan kredit ke perusahaan batu bara.
Hal ini tak lepas dari komitmen pemerintah yang tengah mendorong pembiayaan berkelanjutan atau green financing. Apalagi saat ini, kata Jahja, seluruh dunia memusuhi batu bara, artinya pembangkit listrik tenaga uap juga sering kali dihindari oleh lembaga pembiayaan.
Padahal di saat yang sama, permintaan kredit di sektor batu bara masih tinggi. Batu bara yang merupakan salah satu kemampuan dan kekuatan dari Indonesia, dinilai memiliki prospek bagus. Namun, menurut Jahja, sudah tak ada bank asing yang mau membiayai sektor tersebut, sehingga bertumpu pada bank lokal.
“Meskipun, kami juga sadar jika BCA, Mandiri, dan BNI aktif di sini (sektor pertambangan), persentase UMKM kami juga melorot," kata Jahja, dalam diskusi yang digelar Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jumat, 26 November 2021. "Makanya, bank-bank ini seperti pemain akrobat karena banyak sekali yang kami pertimbangkan."
Perusahaan penambang batubara sebelumnya diperkirakan mendapatkan sentimen negatif dari sisi finansial seiring menguatnya aturan terkait dengan pembiayaan ke sektor itu. Gerakan masif kebijakan global untuk mengarah ke penggunaan energi bersih akhirnya memaksa komoditas seperti batu bara mulai ditinggalkan.
Begitu juga pendanaan untuk sektor terkait dengan penambangan dan penggunaan komoditas itu. Indonesia sebagai salah satu produsen utama batu bara di dunia, tak jarang disorot oleh berbagai pihak.