TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir bercerita banyak pihak yang merasa tersakiti dengan kebijakan-kebijakannya. Salah satu kebijakan yang dimaksud adalah perampingan perusahaan pelat merah dan anak-cucunya, baik melalui skema holding maupun subholding.
"Inilah saat saya mengambil kebijakan di BUMN banyak kontroversi karena ada yang tersakiti, ada yang anti-perubahan. Padahal hari ini negara membutuhkan tambahan pemasukan selain pajak," ujar Erick dalam orasi ilmiah di Universitas Brawijaya, Sabtu, 27 November 2021.
Erick mencontohkan langkahnya membentuk holding perusahaan perkebunan yang membawahi PT Perkebunan Nusantara (PTPN). Dulunya, terdapat belasan PTPN yang masing-masing memiliki lima direksi.
Lantaran tidak efektif, Kementerian BUMN kemudian merampingkan PTPN ke dalam holding yang dipimpin oleh satu orang direksi. Berbagai tantangan pun muncul pasca-rencana holding diumumkan.
"Karena ada banyak decission maker yang kehilangan tempat," kata dia.
Namun, upaya ini mau tak mau harus ditempuh. Erick berujar, perusahaan pelat merah memiliki tugas yang berat. BUMN, kata dia, merupakan sepertiga pendorong perekonomian negara.