Erick mengatakan biasanya untuk proyek-proyek yang tidak memerlukan uang APBN, maka pihaknya akan mencari suntikan modal dari pasar. Namun, ia melihat proyek seput kilat itu tidak mungkin dibiayai oleh pasar.
"Kereta cepat tidak mungkin (dibiayai) pasar karena perlu waktu lama," ujar Erick. Karena itu, ia pun meminta Penyertaan Modal Negara untuk penugasan dan restrukturisasi.
Adapun bengkaknya biaya proyek, kata Erick, disebabkan beberapa faktor. Misalnya pembebasan tanah yang sulit dan menyebabkan biayanya membesar, serta terjadinya pandemi Covid-19 yang mengerek harga bahan baku.
"Harga baja naik, batu bara naik, minyak naik. Semua juga cost dari investasi juga naik yang ada hubungan dengan Sumber Daya Alam," ujar Erick. Belum lagi, selama pagebluk ini hampir 6-7 bulan para pekerja tidak bisa bekerja.
Erick mengatakan proyek kereta cepat itu pun tidak bisa dihentikan lantaran saat dia masuk menjadi menteri, pekerjaan sudah berjalan lebih dari 60 persen. Artinya, semua pihak sudah mengeluarkan banyak uang dan akan merugikan jika dihentikan. "Masak harus berhenti? Kalau berhenti, uang sudah kebakar semua menjadi besi tua."
Baca: KLHK Sebut Mayoritas Pelepasan Hutan Papua Jadi Sawit di Era SBY
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.