TEMPO.CO, Jakarta - PT Kereta Api Indonesia (Persero) menjelaskan perihal denda senilai Rp 89 miliar oleh PT INKA (persero) yang diungkap dalam Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). INKA sebagai produsen kereta api ini dikenai denda atas keterlambatan penyerahan rangkaian kereta atau trainset light rail transit Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi atau LRT Jabodebek.
Executive Vice President LRT Jabodebek dari KAI, Mochamad Purnomosidi, membenarkan bahwa audit BPK mengenakan denda maksimum 5 persen kepada INKA. "Karena pada masing-masing tahap penyerahan mengalami keterlambatan lebih dari 25 hari," kata dia dalam keterangan kepada Tempo, Rabu, 3 November 2021.
Adapun temuan BPK itu tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan Atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Tahun 2017-2019 pada KAI dan Anak Perusahaan Terkait Lainnya di Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, dan Sumatera Selatan.
Kontrak perjanjian pengadaan kereta LRT antara KAI dan INKA tertuang dalam kerja sama nomor KL.702/I/19/KA-2018 yang ditandatangani pada Januari 2018. Saat itu, KAI menganggarkan pengadaan sarana 186 kereta LRT dengan total investasi sebesar 4,1 triliun.
Sebanyak Rp 3,95 triliun dari total investasi ini diserahkan kepada PT INKA untuk pengadaan rangkaian kereta. KAI menunjuk langsung INKA sebagai produsen kereta. Sesuai jadwal, semestinya penyerahan kereta dibagi dalam enam tahap sejak April 2019 hingga September 2019.
Namun hingga Oktober 2019, pengadaan sarana yang disampaikan INKA baru mencapai 67,2 persen. Informasi itu tertuang dalam Laporan Kemajuan Pengadaan Sarana LRT Jabodebek Nomor SD-026/240/PT INKA/2019. Temuan BPK menunjukkan masing-masing tahapan penyerahan mengalami keterlambatan 25 hari.