Dari keterlambatan itu, terdapat denda yang seharusnya dibayar oleh INKA senilai Rp 89 miliar. Denda dihitung maksimal 5 persen dari penyerahan trainset tahap satu senilai Rp 1,78 triliun. Sehingga, BPK pun merekomendasikan KAI menarik denda keterlambatan INKA dan menyetor ke kas KAI sebesar Rp 89 miliar.
Manajemen INKA juga menyatakan keterlambatan denda masih dibicarakan dengan KAI. “Ada kesepakatan dengan KAI yang belum dijalankan, tapi rekomendasi audit sudah selesai dijalankan,” ujar Direktur Pengembangan INKA Agung Sedaju saat dihubungi, Selasa, 2 November.
Sampai dengan saat ini, Purnomosidi menyebut proses terkait denda tersebut masih dalam tahap penyelesaian dengan pihak INKA. KAI pun juga sudah bersurat beberapa kali ke INKA mengenai denda ini.
Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo juga menyampaikan bahwa masalah denda yang diungkap BPK tetap berjalan sesuai kesepakatan yang diteken dengan INKA. "Itu B2B (business-to-business), kan kami mesan kereta ke INKA, kalau ada keterlambatan, kembali ke klausul kontrak," kata Didiek.
Meski demikian, kata Didiek, KAI dan INKA sama-sama berstatus sebagai BUMN. Sehingga, penetapan denda maupun penalti seperti yang diungkap BPK bisa dibawa ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Jadi nanti di-review semuanya, tetap kami kembali ke kontrak," kata dia saat berkunjung ke kantor Tempo, Jakarta, di hari yang sama.
Baca Juga: Sanksi Uji Emisi Jakarta, Polda Metro Jaya: Tilang Itu The Last Option
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.