TEMPO.CO, Jakarta - Maskapai penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. butuh tambahan dana sebesar US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14,32 triliun untuk membayar utangnya dan tetap bertahan.
Hal tersebut dinyatakan Wakil Menteri II BUMN Kartika Wirjoatmodjo. Dilansir Bloomberg, Kartika menyebutkan perseroan sedang dalam pembicaraan dengan kreditur untuk merestrukturisasi utang senilai US$ 6,3 miliar.
Pembicaraan tersebut, kata pria yang akrab disapa dengan Tiko, diharapkan bisa selesai pada kuartal kedua tahun 2022. Perseroan telah menyiapkan sejumlah opsi dalam negosiasi utang, termasuk beralih ke instrumen misalnya obligasi konversi wajib atau pinjaman bank tanpa kupon.
Tiko menjelaskan, pihaknya tengah bernegosiasi dengan banyak pihak. Dengan begitu, preferensi tiap pihak pun beragam.
"Saya harus menggarisbawahi pemerintah tidak ingin mempailitkan Garuda. Yang kami lakukan adalah mencari cara untuk menyelesaikan persoalan utang, baik di luar proses pengadilan maupun di dalam pengadilan,” kata Tiko, Rabu, 13 November 2021.
Ketika negoisasi restrukturisasi selesai, Tiko menyebutkan Garuda bakal memiliki US$ 1 miliar untuk membayar kewajibannya dan untuk modal kerja. Dengan kebutuhan pembiayaan cukup besar itu, pemerintah mulai berpikir realistis dan membuka kemungkinan investor swasta untuk menjadi pemilik mayoritas.