Bila itu terbukti, Azmi mengatakan patut diduga adanya criminal corporation yang sengaja perusahaan didirikan atau terafiliasi untuk memfasilitasi, melakukan pengambilalihan atau menampung pengendalian atas maksud tujuan tertentu.
"Seolah berperan jadi regulator merangkap operator temasuk pula tujuan untuk mendapatkan margin keuntungan bagi perusahaan yang begitu besar, dan dapat berdampak merugikan hak masyarakat yang semestinya harganya dapat lebih efisien," kata Azmi.
Untuk itu, ia mengatakan perlunya diketahui siapa saja personel dari perusahaan ini dan peran dari personel pengendali dalam korporasinya terkait impor PCR ini. Pasalnya, ia menekankan bahwa Undang-undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara, menyatakan larangan bagi Menteri untuk merangkap dalam jabatan dalam perusahaan swasta.
"Bila dapat dibuktikan afliasi atau group perusahaan ini ternyata ada hubungannya dengan jabatannya dan dengan sarana jabatan tersebut dijadikan peluang menyalahgunakan kewenangan ini, jelas dapat dikenakan sanksi dalam Pasal 3 UU Tindak Pidana korupsi," ujar Azmi. Karena itu, Azmi mengatakan penegak hukum harus menyisir dokumen dan fakta untuk membuktikan dugaan-dugaan tersebut.
Sebelumnya, nama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan diduga ada dalam lingkaran bisnis polymerase chain reaction atau PCR. Majalah Tempo edisi 1 November 2021 menulis, dua perusahaan yang terafiliasi dengan Luhut, PT Toba Sejahtra dan PT Toba Bumi Energi, tercatat mengempit saham di PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).
PT Toba Sejahtra dan PT Toba Bumi Energi mengantongi 242 lembar saham senilai Rp 242 juta di GSI. GSI merupakan perusahaan yang mengelola laboratorium untuk tes PCR. Perusahaan ini memiliki lima cabang di Jakarta.