Sebanyak Rp 3,95 triliun dari total investasi itu diserahkan kepada PT INKA untuk pengadaan rangkaian kereta. KAI menunjuk langsung INKA sebagai produsen kereta. Sesuai jadwal, semestinya penyerahan kereta dibagi dalam enam tahap sejak April 2019 hingga September 2019.
Namun hingga Oktober 2019, pengadaan sarana yang disampaikan INKA baru mencapai 67,2 persen. Informasi itu tertuang dalam Laporan Kemajuan Pengadaan Sarana LRT Jabodebek Nomor SD-026/240/PT INKA/2019. Temuan BPK menunjukkan masing-masing tahapan penyerahan mengalami keterlambatan 25 hari.
Dari keterlambatan itu, terdapat denda yang seharusnya dibayar oleh INKA senilai Rp 89 miliar. Denda dihitung maksimal 5 persen dari penyerahan trainset tahap satu senilai Rp 1,78 triliun.
Dalam laporan BPK, KAI menyatakan telah bersepakat dengan INKA untuk membahas denda keterlambatan dengan BPKP. Sesuai kontrak, KAI seharusnya menarik denda maksimal atas keterlambatan. Namun INKA keberatan atas pengenaan denda tersebut.
BPK pun merekomendasikan KAI tetap menarik denda keterlambatan senilai Rp 89 miliar. Perhitungan keterlambatan telah ditentukan dalam kontrak yang disepakati kedua pihak. Karena itu, keberatan INKA tidak dapat mengubah kontrak yang ada.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA
BACA: Temuan BPK: Tunggakan Pembayaran Denda LRT Jabodebek Senilai Rp 89 Miliar