TEMPO.CO, Jakarta – Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK menemukan keterlambatan penyerahan rangkaian kereta atau trainset light rail transit (LRT) Jabodebek. Temuan itu tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan Atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Tahun 2017-2019 pada PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan Anak Perusahaan Terkait Lainnya di Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, dan Sumatera Selatan.
Berdasarkan laporan BPK, PT INKA sebagai produsen kereta LRT Jabodebek telat mengirimkan armada sepur ringan yang seharusnya selesai pada September 2019. Keterlabatan ini menimbulkan munculnya denda maksimal Rp 89 miliar.
Manajemen INKA menyatakan keterlambatan denda masih dibicarakan dengan KAI. “Ada kesepakatan dengan KAI yang belum dijalankan, tapi rekomendasi audit sudah selesai dijalankan,” ujar Direktur Pengembangan INKA Agung Sedaju saat dihubungi, Selasa, 2 November.
Kontrak perjanjian pengadaan kereta LRT antara KAI dan INKA tertuang dalam kerja sama nomor KL.702/I/19/KA-2018 yang ditandatangani pada Januari 2018. Saat itu, KAI menganggarkan pengadaan sarana 186 kereta LRT dengan total investasi sebesar 4,1 triliun.
Sebanyak Rp 3,95 triliun dari total investasi ini diserahkan kepada PT INKA untuk pengadaan rangkaian kereta. KAI menunjuk langsung INKA sebagai produsen kereta. Sesuai jadwal, semestinya penyerahan kereta dibagi dalam enam tahap sejak April 2019 hingga September 2019.
Namun hingga Oktober 2019, pengadaan sarana yang disampaikan INKA baru mencapai 67,2 persen. Informasi itu tertuang dalam Laporan Kemajuan Pengadaan Sarana LRT Jabodebek Nomor SD-026/240/PT INKA/2019. Temuan BPK menunjukkan masing-masing tahapan penyerahan mengalami keterlambatan 25 hari.