TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat meneruskan pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ke Pembicaraan Tingkat II atau Pengambilan Keputusan pada sidang paripurna DPR. Berdasarkan pembahasan, beleid itu disepakati berubah nama menjadi RUU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau RUU Pajak.
Pembahasan beleid soal perpajakan ini sebelumnya menuai sorotan dari akademikus, lembaga penelitian, hingga masyarakat umum. Pasalnya, berdasarkan draf yang beredar sebelumnya, beleid tersebut disebut akan menghapus barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak alias sembako dari jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
Di samping itu, publik juga mempersoalkan dihapusnya sejumlah jasa, misalnya jasa pendidikan dan jasa pelayanan kesehatan medis, dari jenis jasa yang tidak dikenai PPN. Lantas, bagaimana ketentuan termutakhir mengenai barang dan jasa tersebut dalam draf teranyar RUU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan?
Melalui akun sosial medianya, staf khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo, mengatakan pemerintah dan DPR sungguh-sungguh mendengarkan dan berkomitmen terus memberikan dukungan bagi kelompok masyarakat bawah.
"Maka barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN," tulis Prastowo dalam akun twitter @prastow, Kamis, 30 September 2021.
Berdasarkan dokumen draf RUU HPP yang diperoleh Tempo, Kamis, 30 September 2021, pada Bab IV Pasal 4A Ayat 2, tercantum bahwa barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak tetap dihapus dari jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
Pada Ayat 3, termaktub bahwa jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, serta jasa pendidikan juga dihapus dari jenis jasa yang tidak dikenai PPN.