Namun demikian, barang dan jasa itu masuk dalam ketentuan pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak,
baik untuk sementara waktu maupun selamanya. Ketentuan tersebut termaktub pada Pasal 16B Ayat 1a.
Berdasarkan poin j, tercantum bahwa kebijakan itu diberikan untuk mendukung tersedianya barang dan jasa tertentu yang bersifat strategis dalam rangka pembangunan nasional.
Dinukil dari draf penjelasan beleid tersebut, barang kena pajak tertentu dan/atau jasa kena pajak tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN, antara lain barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak meliputi beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.
Selain itu, menurut beleid itu, jasa pelayanan kesehatan medis tertentu dan yang berada dalam sistem program jaminan kesehatan nasional juga bebas dari PPN. Jasa kesehatan tertentu yang dimaksud misalnya jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi; jasa dokter hewan.
Di samping itu, jasa ahli kesehatan; jasa kebidanan dan dukun bayi; jasa paramedis dan perawat; jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium; jasa psikolog dan psikiater; serta jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan paranormal juga bebas PPN.
Di sektor pendidikan, ketentuan bebas PPN diberikan pada jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional; serta jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah.
Dalam penjelasan RUU Pajak ini juga disebutkan bebas PPN juga diberikan pada jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa tenaga kerja, jasa angkutan umum di darat dan di air, serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri.
Baca: Sah, E-Commerce Milik Grup Djarum Akuisisi Ranch Market Rp 2,03 Triliun