TEMPO.CO, BANDUNG - Bio Farma, Kimia Farma, dan Indofarma yang tergabung dalam Holding BUMN Farmasi membukukan pendapatan Semester 1/2021 Rp 15,26 triliun. Pendapatan tersebut naik 164 persen dibandingkan tahun 2020 yang membukukan pendapatan Rp 5,78 triliun.
Bio Farma membukukan pendapatan paling besar menembus Rp 8,12 triliun. Diantaranya berasal dari penugasan pemerintah untuk program vaksin Covid-19 Rp 7,97 triliun, serta vaksinasi gotong royong Rp 144,3 miliar.
Bio Farma membukukan pendapatan di luar program vaksin Covid-19 menembus Rp 985 miliar. Atau setara 84,39 persen yang ditargetkan pada Semester 1/2021.
“Pencapaian ini terdiri dari penjualan ekspor yang mencapai Rp 549 miliar, dan untuk penjualan dalam negeri (pemerintah), mencapai Rp 66,39 miliar, atau baru terealisasi 59,8 persen dari yang dianggarkan," kata Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir, dikutip dari siaran pers, Senin, 27 September 2021.
Honesti mengatakan, penjualan produk Bio Farma pada sektor swasta menembus Rp 431 miliar. "Penjualan sektor swasta, mencapai Rp 431 miliar, atau sudah mencapai 105 persen dari yang dianggarkan sebesar Rp 411 miliar," kata dia.
Hampir separuh penjualan pafa sektor swasta tersebut berasal dari produk inovasi yang lahir di masa pandemi. Bio Farma bersama perusahaan start-up merilis Rapid Test polymerase chain reaction (RT-PCR) yakni alat diagnostik kit untuk mendeteksi virus Covid-19 pada Semester 2/2020.
"68,86 persen dari total penjualan dalam negeri sektor swasta diperoleh dari penjualan untuk RT-PCR dengan nama M-BioCov, mencapai Rp 283 miliar," kata Honesti.