TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Darmawan Junaidi membeberkan bagaimana kondisi transaksi digital selama masa pandemi Covid-19 belakangan ini. Menurut dia, nilai transaksi digital perbankan terus naik seiring dengan peningkatan potensi ancaman fraud siber yang didominasi oleh malware, aktivitas trojan, dan kebocoran informasi.
“Kami melihat memang terdapat peningkatan signifikan atas jumlah serangan siber di Indonesia dalam kurun tiga tahun terakhir,” ujar Darmawan dalam webinar, Jumat, 24 September 2021.
Baca Juga:
Ia menjelaskan bahwa tindak kejahatan atau fraud menyerang seluruh pelaku digital tanpa kecuali, mulai dari nasabah, merchant, payment gateway, hingga institusi keuangan. Tak hanya itu, fraudster juga memangsa pasar berkelanjutan dan dalam situasi ekonomi yang sedang melemah.
Yang dimaksud dengan digital fraud adalah tindakan penyimpangan atau pembiaran yang dilakukan secara sengaja untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi bank, nasabah, atau pihak lain. Sementara pelaku tindakan pidana ini biasa disebut fraudster.
“Fraud meningkat signifikan sejak ekonomi melemah," tutur Darmawan. Ia mencontohkan, digital fraud di segmen e-commerce melonjak hingga 83 persen atau tertinggi dibanding segmen-segmen lainnya. Berikutnya, fraud di segmen financial services dan perkreditan masing-masing naik 60 persen dan 40 persen.
Sementara itu, kata dia, banyaknya data pribadi yang bocor turut membuat modus kecurangan, seperti pembuatan akun baru dan account takeover meningkat. Data Bank Mandiri menunjukkan aksi pengambilalihan akun naik 75 persen yoy dan teridentifikasi digunakan untuk penipuan.
Bank Indonesia mencatat per Agustus 2021, nilai transaksi digital banking mencapai Rp 3.468,4 triliun atau naik 61,8 persen secara tahunan (yoy). Sedangkan nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu seperti kartu ATM, kartu debit, dan kartu kredit sebesar Rp 633 triliun atau tumbuh 5,85 persen yoy.