Ini bukan yang pertama, Sebelumnya, ada juga beberapa kerja sama LCS dengan mitra dagang lain, seperti dengan Yen Jepang pada Agustus 2020. "Kami berupaya memperluas kerja sama LCS untuk kebutuhan diversifikasi dan menjaga independensi nilai tukar rupiah agar tak bergantung pada dolas AS," kata Kepala Departemen Internasional BI, Doddy Zulverdi, pada 9 September 2021.
Sementara itu, ekonom UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja mengatakan kata kunci dalam kebijakan LCS ini adalah price discovery alias pembentukan harga pasar. "Kalau kita shift away dari dolar, kita kan punya cross rate (nilai tukar silang)," kata Enrico.
Misalnya, nilai tukar terhadap Yuan kalau memakai dolar AS adalah Rp 3000 per renminbi (nama resmi Yuan). "Sekarang jadi direct, harusnya itu turun dong," kata dia.
Ketika nilai tukar tersebut turun, kata Enrico, maka price discovery juga bagus. Walhasil yang terjadi adalah inflasi Indonesia bakal lebih rendah, daya beli akan naik, dan kesejahteraan meningkat.
Akan tetapi, implementasi kebijakan ini tergantung dari kedua belah pihak untuk menjalan komitmen tersebut, baik eksportir maupun importir. Menurut Enrico, pilihan BI menjalankan LCS saat ini memang sudah sangat tepat yaitu dengan mitra dagang utama seperti Cina, Jepang, Malaysia, dan Thailand.
Hanya saja, kata dia, proporsi penggunaan mata uang lokal tersebut masih di bawah 5 persen dari total nilai perdagangan terhadap masing-masing negara tersebut. Sehingga, kata dia, hal penting dalam pelaksanaan mata uang lokal Yuan dan Rupiah ini adalah bentuk implementasi yang jelas. "Niscaya ini akan membawa keberuntungan dan kebaikan bagi kedua belah pihak," kata dia.
Baca: Kasus Vitamin Palsu, Bos Tokopedia: Puluhan Ribu Toko Ditutup, tapi...