BUN kala itu nyaris bangkrut dan masuklah Ali Moertopo, eks Menteri Penerangan. Beberapa orang masuk menjadi komisaris, termasuk M.T. Chang, pemilik United Malay Banking Corporation, setelah diajak oleh Nyoo Han Siang, pemilik BUN.
Chang membeli 55 persen saham BUN lewat pamannya, Chin Cho, karena adanya ketentuan orang asing dilarang memiliki bank. Singkat cerita, Ongko pun jadi Direktur Utama di BUN pada 1972.
Di bawah Kaharudin, BUN terus berkembang dan sempat menjadi 10 konglomerasi terbesar di Indonesia. Ia juga sempat jadi Wakil Komisaris BUN. Sampai akhirnya datang krisis moneter 1997/1998 dan membuat BUN ikut terkena dampak.
Sehingga, pemerintah bantuan senilai Rp 12 triliun untuk menahan dampak krisis moneter 1997 terhadap BUN. Dari jumlah itu, Rp 8,34 triliun merupakan tanggungan Ongko. Fasilitas dari Bank Indonesia ini seharusnya dipakai untuk menalangi kas BUN yang sedang tekor.
Dalam perjalanannya, Kaharudin sempat menjadi terdakwa karena dianggap menyelewengkan dana bantuan ini. Tapi, Ia divonis bebas di tingkat kasasi.
Ia sempat mencoba melunasi utang Rp 8,3 triliun ini di awal tahun 2000-an, tapi tak pernah lunas sampai sekarang. Hingga akhirnya kini, dua dekade lebih setelah krisis 1997, ia dipanggil oleh Satgas BLBI.
Kaharudin Ongko diminta hadir oleh Satgas BLBI di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, pada Selasa, 7 September 2021.
Baca Juga: Jejak Kaharudin Ongko yang Dipanggil Satgas BLBI Terkait Utang Rp 8,2 T