Aliansi juga datang dua kali ke Dekopin alias Dewan Koperasi Indonesia-versi Nurdin Khalid dan versi Sri Untari. Namun, langkah itu kembali tidak membuahkan hasil.
Akhirnya, aliansi pun melakukan demonstrasi di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan di depan kantor Kemenkop. Langkah tersebut juga tidak ada hasil.
Di samping aksi-aksi tersebut, anggota aliansi pun melakukan langkah-langkah lain, baik secara individu maupun kelompok untuk mengupayakan uangnya kembali.
Persoalan ini dimulai sejak April 2020. Kala itu, sudah mulai terjadi gagal bayar terhadap Simpanan Berjangka Sejahtera Prima (SB-SP) yang sudah jatuh tempo beserta imbal jasanya, dan juga terhadap produk simpanan lainnya.
Selanjutnya, per 17 April 2020, KSPSB mengeluarkan Surat Edaran yang menyatakan bahwa semua uang di koperasi tersebut tidak boleh diambil atau dicairkan, dan harus diperpanjang secara otomatis. Alasannya, Covid-19 telah mematikan sendi-sendi bisnis dan ekonomi. Keputusan ini dinilai sepihak, karena tidak ada persetujuan dari anggota dan melanggar asas koperasi.
Seiring dengan hal itu, muncul gugatan dari dua perusahaan rekanan KSPSB yaitu PT Trisula Prima Agung dan Perseroan Komanditer Totidio, dengan tagihan keduanya mencapai Rp 1,5 miliar melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Pada 24 Agustus 2020, KSPSB resmi masuk dalam kondisi PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang). Saat itu tidak ada hasil audit independen resmi, laporan keuangan, laporan aset, laporan uang di bank, jaminan dan lain-lain yang diinformasikan secara jelas kepada anggota.
Berikutnya, pengurus KSPSB berkoordinasi dengan kantor-kantor cabang menggerakkan pengacara-pengacara melalui marketing, agar anggota menandatangani surat kuasa. Hasilnya, terjadi kemenangan lewat voting sekitar 98,24 persen setuju untuk skema homologasi.