Deddy menambahkan pandemi Covid-19 ini justru peningkatan permintaan melonjak 60 persen untuk produk lampu dan cermin hiasnya.
Jika sebelum pandemi omsetnya per tahun hanya Rp 2 miliar, namun pasca pandemi justru melonjak hingga bisa menjadi Rp 5 miliar.
Palem Craft hanya sempat vakum mengirim produk selama tiga bulan akibat adanya perubahan aturan ekspor di tiap negara awal pandemi lalu.
Khususnya saat sejumlah negara Eropa memberlakukan lockdown. Salah satu ekspor yang sempat terhenti saat itu adalah ke Jerman.
Setiap bulan Februari, Deddy mendapat jatah pameran di Ambient Frankfurt Germany, yang merupakan salah satu pasar terbesar produknya. Pada Februari 2020 ia masih sempat mengikuti pameran itu di Jerman, dan pulang ke Indonesia dengan membawa surat order barang.
"Namun saat itu Covid meledak Maret 2020, akhirnya pengiriman kami saat itu dipending selama tiga bulan karena ada perubahan aturan di Jerman mengantisipasi Covid-19. Kami baru mulai ekspor lagi sekitar September 2020, dimulai ke Belgia saat itu," kata Deddy.
Namun masalah tak berhenti di situ. Setelah bisa ekspor lagi, ujar Deddy, tarif shipping atau pelayaran barang yang giliran melonjak tajam.
Deddy menggambarkan, jika nilai jual produk satu kontainernya Rp 500 juta, tarif jasa pelayaran yang ditanggung konsumennya melonjak menjadi sebesar 30 persen saat pandemi ini. Konsumennya mengaku keberatan karena bebannya jadi dari produk, pajak plus ongkos kirim.
Tingginya ongkos kirim melalui pelabuhan saat pandemi ini, ujar Deddy sebenarnya sudah disampaikan ke Kementerian Perdagangan saat itu. Namun pemerintah mengaku saat itu tak bisa ikut campur terlalu jauh karena persoalan shipping ini kewenangan pihak ketiga atau dari asosiasi jasa pelayaran yang terdampak pandemi.
"Harapan kami shipping ini bisa disubsidi pemerintah, agar konsumen tertarik order lagi karena produk kompetitif dan tetap mendatangkan devisa bagi negara," kata Deddy.
Baca Juga: Wapres Ma'ruf Amin: Digitalisasi UMKM Strategis untuk Pemulihan Ekonomi