TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjabarkan soal urgensi reformasi perpajakan kepada komisi keuangan DPR. Dia mengatakan pajak merefleksikan kemampuan masyarakat dapat berkontribusi, namun juga perlindungan kepada masyarakat melalui instrumen belanja seperti subsidi atau yang lain.
"Kita juga berkepentingan untuk terus menjaga instrumen APBN sebagai instrumen yang sehat dan berkelanjutan," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat yang disiarkan secara virtual, Senin, 28 Juni 2021.
Kata dia, penerimaan negara terus diupayakan memadai. Sehingga menciptakan kapasitas fiskal yang cukup dalam rangka membiayai kebutuhan pembangunan Indonesia yang masih begitu banyak dan luas.
Selain itu, dia mengatakan risiko APBN juga terus terjaga dengan pengelolaan utang yang prudent. "Ini tentu tujuannya agar kita mampu untuk terus mendorong dan terus menjalankan proses pembangunan," ujarnya.
Sri Mulyani menuturkan reformasi perpajakan terdiri dari reformasi di bidang kebijakan dan reformasi di bidang administrasi. Dari sisi kebijakan pemerintah harus melihat basis pajak dan juga daya saing, baik dalam perekonomian maupun antar negara.
Pemberian insentif, kata dia, harus secara terukur, efisien, dan adaptif dengan melihat dinamika perpajakan global.
"Mengurangi distorsi dan exemption yang menimbulkan loophole dan memperbaiki azas progresivitas atau keadilan," ujar dia.