BPK menyebutkan indikator kerentanan utang tahun 2020 melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau International Debt Relief (IDR) antara lain rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen, melampaui rekomendasi IMF sebesar 25-35 persen. Rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06 persen juga melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6-6,8 persen dan rekomendasi IMF sebesar 7-10 persen.
Rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369 persen, melampaui rekomendasi IDR sebesar 92-167 persen dan rekomendasi IMF sebesar 90-150 persen. Selain itu, indikator kesinambungan fiskal 2020 sebesar 4,27 persen melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411-Debt Indicators yaitu di bawah 0 persen.
"Apa yang disampaikan BPK itu betul, tapi saya rasa belum komplit atau belum utuh. Satu, iya utang kita meningkat, tapi yang tidak disampaikan oleh BPK, utang Indonesia sebagian besar itu utang jangka panjang. Jadi, kita tidak bicara kita gagal bayar setahun dua tahun, ini adalah utang yang memang jatuh temponya 30 sampai 50 tahun," ujar Riefky.
Riefky menambahkan utang pemerintah tersebut digunakan untuk membantu masyarakat yang kehilangan pekerjaan atau usahanya terganggu karena pandemi agar tetap bisa memenuhi kebutuhan dasarnya.
Meski demikian, Riefky mengingatkan utang pemerintah harus dikelola secara sangat hati-hati dan disiplin, serta publik juga harus terus memantau pengelolaan utang pemerintah tersebut.
Ia menilai selama utang pemerintah digunakan untuk kebutuhan yang produktif seperti menjaga daya beli dan kesejahteraan masyarakat, tidak akan menjadi masalah ke depannya. Risiko gagal bayar pun juga tampaknya kemungkinan kecil akan terjadi.
"Saya juga perlu tekankan ini sangat jauh, saya rasa ini bahkan tidak akan mungkin terjadi gagal bayar. Artinya, kalau kita melihat kondisi pandemi ini, ada 50 lebih negara yang utangnya jauh lebih parah dari Indonesia. Kalau kita sampai melihat Indonesia gagal bayar, berarti kita sudah sampai di tahap melihat 50 negara lain ini sudah mengalami gagal bayar. Saya rasa ini skenario yang sangat kecil kemungkinannya akan terjadi," ujar Riefky.
BACA: BPK: Utang Pemerintah Belum Perhitungkan Risiko KPBU Pembangunan Infrastruktur