TEMPO.CO, Jakarta – Perusahaan Umum Damri diduga melakukan pengabaian terhadap buruh alih daya dan pekerja tetapnya selama pandemi Covid-19. Sejumlah tenaga kerja melaporkan tidak menerima pembayaran upah selama 5-8 bulan.
“Barangkali Menteri BUMN tidak tahu ada pengabaian hak-hak pekerja baik di pusat maupun daerah, Damri tidak membayarkan upah 5-8 bulan. Bisa jadi ini akal-akalan direksi yang tidak diketahui pemerintah,” ujar Ketua Umum Serikat Pekerja Dirgantara, Digital, dan Transportasi Iswan Abdullah dalam konferensi pers, Rabu, 16 Juni 2021.
Mayoritas pekerja yang tidak menerima upah merupakan sopir. Tak hanya itu, Damri dituding membayar upah bagi pegawainya di bawah batas minimum akibat adanya pemotongan gaji sejak pandemi. Menurut Iswan, manajemen Damri berdalih perusahaan mengalami dampak karena menurunnya jumlah penumpang selama pandemi.
Selain tidak membayarkan kewajiban gaji kepada pekerja selama berbulan-bulan, Damri diduga mengurangi nilai hak tunjangan hari raya atau THR. Pengurangan jumlah THR dirasakan oleh hampir seluruh tenaga kerja di regional Sumatera, Jawa, hingga Bali.
“Pekerja di Bandung, misalnya, THR hanya dibayar Rp 700 ribu. Ini adalah sebuah pelanggaran,” tutur Iswan.
Saat ini buruh Damri kesulitan mengadakan perundingan bipartit dengan manajemen karena ketua serikat pekerja mereka telah dimutasi ke kantor wilayah Papua. Mutasi yang dilakukan sejak 2016-2017 disinyalir erat kaitannya dengan upaya perusahaan membungkam suara buruh.