Dalam pembukuannya, Pertamina baru saja mencatatkan laba bersih sepanjang tahun 2020 sebesar US$ 1,05 miliar atau Rp 15,3 triliun (asumsi kurs 14.572 per dolar AS). Ketimbang tahun sebelumnya, laba bersih ini turun. Pada 2019, laba bersih Pertamina mencapai US$ 2,35 miliar atau Rp 35,8 trilun.
Sementara itu, EBITDA yang diperoleh perseroan sebesar US$ 7,6 miliar dengan EBITDA margin 18,3 persen. Pertamina melakukan transformasi, optimasi, efisiensi, dan akuntabilitas di seluruh lini perusahaan sehingga pendapatan konsolidasian di akhir 2020 mencapai US$ 41,47 miliar.
Tren kinerja yang positif di tengah tantangan pandemi Covid-19 dan menurunnya harga minyak dunia, kata Ahok, terjadi karena perusahaan melakukan penghematan dari sisi pengadaan dengan cara sentralisasi dan optimasi biaya serta penjualan produk.
“Kami tidak lagi melalui pihak ketiga,” kata Ahok. Selain itu, perusahaan minyak negara menerapkan sistem pro bono untuk pejabat di anak perusahaan dan cucu perusahaan.
Ahok mengatakan optimasi biaya dengan cara penghematan harus terus dilakukan untuk meningkatkan kinerja Pertamina. Selain itu, perusahaan mesti mengoptimalkan pemanfaatan aset untuk meningkatkan penjualan produk maupun jasa.
Baca: Pandemi, Setoran Pertamina ke Kas Negara pada 2020 Turun jadi Rp 126,7 Triliun