TEMPO.CO, Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM berencana meminta PT Tambang Mas Sangihe (TMS) mempersempit area kontrak karya yang digunakan untuk kegiatan pertambangan di Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Permintaan itu akan disampaikan setelah Kementerian mengevaluasi luas wilayah kontrak karya TMS pasca munculnya penolakan aktivitas pertambangan dari masyarakat.
“(Pemerintah) Dapat meminta PT TMS melakukan penciutan terhadap wilayah kontak karya yang tidak digunakan atau tidak prospek untuk dilakukan kegiatan pertambangan,” ujar Direktur Jenderal Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin dalam pesan pendek, Sabtu, 12 Juni 2021.
Ridwan menerangkan pemerintah akan mengawasi ketat kegiatan pertambangan TMS di Sangihe agar berjalan sesuai aturan. Pemerintah, tutur Ridwan, mencegah aktivitas pertambangan itu menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dan membahayakan kehidupan masyarakat.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM, total luas wilayah TMS yang prospektif untuk pertambangan adalah seluas 4.500 hektare. Angka tersebut setara dengan 11 persen dari total wilayah kontrak karya TMS yang mencapai 42 ribu hektare.
Adapun kegiatan pertambangan TMS mengacu pada kontrak karya yang ditandatangani pemerintah dan perusahaan pada 1997. Perusahaan ini dulunya bernama East Asia Minerals sebelum menjadi TMS.
Baca Juga:
Pada 15 September 2020 lalu, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara telah menerbitkan izin lingkungan untuk TMS dengan luas kegiatan pertambangan sebesar 65,48 hektare. Luas kegiatan pertambangan ini disebut-sebut lebih kecil dari total luas wilayah kontrak karya IUP.