Leasing adalah kegiatan menyewakan barang sewa guna kepada penyewa dengan jangka waktu yang sudah ditentukan. Ketika penyewa tak mampu membayar, maka lessor dapat mengambil kembali barang sewa guna yang disewakan dari penyewa atau lessee.
Pengambilan barang sewa guna sebelum kontrak habis itu yang kemudian diartikan sama dengan kredit kendaraan. Saat pembeli kendaraan dengan skema kredit tak mampu membayar angsuran, pemberi kredit berhak menarik kendaraan yang secara otomatis dijadikan jaminan saat melakukan pinjaman.
Adapun dalam kasus Garuda Indonesia, aktivitas leasing yang dilakukan adalah pengadaan armada pesawat. Praktik ini bukan hal janggal, karena banyak perusahaan menyewa barang produksi hingga kendaraan operasional.
Satu keuntungan dari sistem sewa guna ini adalah perusahaan tidak dibebani biaya perawatan. Sepanjang perjanjian sewa guna usaha masih berlaku, hak milik atas barang modal objek transaksi berada pada perusahaan pembiayaan.
Perusahaan hanya dibebankan biaya perawatan barang sewa apabila kerusakan disebabkan oleh pihak lessee atau peminjam sesuai perjanjian.
Apabila praktik leasing menguntungkan, lantas mengapa menjadi satu sumber petaka Garuda Indonesia menurut Erick? Menurut Erick, ada indikasi lessor nakal yang bisa saja dapat dibuktikan koruptif dan melakukan kerja sama jahat.
Hal ini dapat terjadi dengan modus memberikan tarif sewa lebih mahal kepada Garuda Indonesia dibandingkan tarif pasaran. "Ini yang pasti kita bakal standstill, bahkan negosiasi keras dengan mereka," ujar Erick Thohir dalam rapat kerja di Komisi VI DPR, Kamis (3/6/2021).
Kendati demikian, dia menilai tidak semua akan memenuhi unsur koruptif. Namun tetap saja ada sejumlah tarif yang dirasa kemahalan mengingat kondisi saat ini.