TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra menceritakan kondisi perusahaannya di tengah tekanan likuiditas karena pandemi Covid-19. Irfan mengatakan pendapatan maskapai pelat merah itu pernah anjlok sampai 90 persen selama pagebluk.
“Pandemi ini memang hit-nya gila-gilaan. Kita pernah drop sampai 90 persen,” ujar Irfan kala ditemui Tempo di kantornya, kompleks Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, 4 Juni lalu.
Penurunan pendapatan dipengaruhi oleh anjloknya jumlah penumpang. Keadaan ini membuat Garuda merugi. Pada kuartal III 2020, emiten berkode GIAA tersebut mengalami rugi bersih sebesar US$ 1,07 miliar atau Rp 16,03 triliun.
Meski belum memberikan laporan pembukuan hingga kuartal IV 2020, Irfan menggambarkan rata-rata pendapatan Garuda hanya 60 persen dalam setahun. Tahun lalu, pendapatan perusahaan masih ditopang dari sisi pergerakan penumpang pada Januari-Februari atau saat pandemi Covid-19 belum masuk ke Indonesia.
Tak bisa bertumpu pada bisnis penumpang reguler, Garuda sebetulnya telah berbelok mengandalkan penerbangan kargo dan certer. Namun, upaya pun tak cukup menolong keuangan perusahaan. “Tetap saja hasilnya minus,” kata Irfan.
Garuda akhirnya melakukan sejumlah efisiensi, termasuk memangkas jumlah karyawan. Irfan mengatakan perusahaan telah mengurangi lebih dari 20 persen karyawan sejak pandemi Covid-19. Pengurangan dilakukan dalam skema pensiun dini dan percepatan masa kontrak.