TEMPO.CO, Jakarta - PT Krakatau Steel (persero) Tbk mencetak laba operasi sebesar Rp 2,4 triliun dan laba bersih sebesar Rp 326 miliar. Capaian ini diraih setelah perusahaan mengalami kerugian sejak 2012 atau dalam 8 tahun pembukuan.
“Krakatau Steel saat ini semakin membaik kinerjanya," kata Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim dalam keterangan tertulis pada Selasa, 25 Mei 2021.
Terakhir pada 2019, Krakatau Steel masih mencatat rugi bersih sebesar US$ 503,65 juta atau setara Rp 7,45 triliun (kurs saat itu). Salah satu penyebabnya adalah penjualan produk baja di pasar domestik yang menurun.
Setelah terus merugi, Krakatau Steel kemudian melakukan restrukturisasi dan transformasi. Upaya ini dinilai telah berdampak pada efisiensi serta peningkatan produktivitas di perusahaan.
Silmy mencatat biaya operasional turun 41 persen, dari Rp 4,8 triliun pada 2019 menjadi Rp 2,8 triliun pada 2020. Penurunan terjadi pada biaya energi yang berkurang sebesar 46 persen menjadi sebesar Rp 295 miliar pada 2020.
Lalu, penurunan biaya utility sebesar 27 persen menjadi Rp 564 miliar. Sementara biaya consumable dan spare part, masing-masing mengalami penurunan 61 persen dan 59 persen menjadi Rp230 miliar dan Rp65 miliar.
Selain itu, kata Silmy, eningkatan kinerja Krakatau Steel juga terlihat dari capaian EBITDA (Earning Before Interest, Taxes, Depreciation & Amortization) yang kian membaik. Pada 2020 Krakatau Steel membukukan EBITDA sebesar Rp 1,09 triliun, dari sebelumnya minus Rp1,92 triliun di tahun 2019.
BACA: Krakatau Steel Akan Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terapung USD 14 Juta
FAJAR PEBRIANTO