TEMPO.CO, Jakarta - Harga Bitcoin dan aset kripto lainnya serempak jeblok setelah bank sentral Cina, People’s Bank of China (PBOC) resmi melarang aset kripto digunakan sebagai alat pembayaran. Data Bloomberg pada Rabu, 19 Mei 2021, menunjukkan harga Bitcoin sempat anjlok hingga 7,3 persen pada US$ 40.139 atau sekitar Rp 574 jutaan (asumsi kurs Rp 14.315 per dolar AS) pada perdagangan di Asia.
Koreksi ini melanjutkan tren yang terjadi sejak munculnya pernyataan CEO Tesla Inc. Elon Musk, terkait kepemilikan Bitcoin-nya. Jenis aset kripto lainnya, seperti Ether dan Dogecoin juga mengalami penurunan. Begitu juga jenis aset kripto yang baru popular beberapa minggu belakangan, Internet Computer, juga ikut melemah.
Berdasarkan akun resmi WeChat PBOC, mata uang virtual tidak seharusnya dan tidak dapat digunakan pada pasar karena bukan mata uang yang riil. PBOC juga tidak memperbolehkan lembaga pembayaran dan finansial untuk mematok harga pelayanan menggunakan aset virtual.
Cina sebetulnya telah melarang penggunaan mata uang virtual dalam kegiatan perdagangan sejak 2017 lalu. Sebelum larangan tersebut, Cina merupakan rumah bagi 90 persen dari perdagangan dan penambangan aset-aset kripto.
Negeri Panda tersebut juga telah mengeluarkan aset digitalnya sendiri yang dinamakan yuan digital. Penerbitan uang virtual ini dilakukan untuk menggantikan uang kertas dan mengendalikan industri pembayaran yang didominasi oleh perusahaan teknologi yang tidak diregulasi seperti perbankan.
“Ini adalah babak baru dari pengetatan yang dilakukan Cina terkait aset-aset kripto,” kata Antoni Trenchev, managing partner dan co-founder Nexo. Adapun Vice Director China Development Institute, Yu Lingqu mengatakan pernyataan terbaru PBOC tidak mengandung langkah-langkah regulasi terbaru.