TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta Yogi Zul Fadhli mengatakan ada 307 dari total sekitar 450 kepala keluarga di Desa Wadas, Purworejo, yang menolak kuari alias lokasi yang bakal ditambang untuk kebutuhan bahan material proyek seperti tanah timbunan dan batu untuk proyek Bendungan Bener.
"Dari data kami ada 307 kepala kepala keluarga yang menolak tambang kuari di sana," ujar Yogi kepada Tempo, Minggu, 25 April 2021. Ia mengatakan lahan untuk tambang tersebut belum dibebaskan, kecuali yang ada di tapak bendungan.
Yogi mengatakan Wadas merupakan desa yang cukup produktif. Setiap tahun berbagai macam hasil panen dihasilkan, mulai dari rempah-rempah, palawija, buah-buahan, kopi, karet, dan aren. Namun, tanah yang subur tersebut, sekarang terancam oleh pertambangan.
"Warga dengan tegas menolak proyek pertambangan tersebut. Dalam AMDAL Bendungan Bener yang membutuhkan material urug dari Wadas, aktivitas pertambangan (dengan cara peledakan dinamit) disebutkan berjarak sekitar 300 meter dari pemukiman," ujar dia.
Namun, jika melihat daerah Randuparang dan Gendol, Yogi mengatakan jarak lokasi tambang dengan pemukiman tidak lebih dari 100 meter. Kegiatan itu, tuturnya, Tidak hanya akan merusak mata pencaharian dan ekosistem, namun juga akan merampas ruang hidup warga.
"Secara geografis, Desa Wadas berada pada perbukitan. Aktivitas pertambangan yg mengeruk bukit akan menyebabkan krisis ekologis kerusakan bentang alam. Artinya, jika pertambangan dilakukan, maka sama halnya dengan mengusir ruang hidup warga Desa Wadas. Hal ini belum termasuk dampak lingkungan yang akan dialami oleh desa-desa sekitarnya," tuturnya.