"Dalam penugasan khusus verifikasi klaim COVID-19, ada beberapa titik potensi fraud yang harus kita waspadai. Misalnya dari pasien, ada ketidaksesuaian identitas. Risiko fraud bisa ditemukan pada profil rumah sakit, kompetensi, sarana-prasarana, tata koding dan input klaim pada aplikasi," tuturnya.
Ghufron mengatakan pihaknya berupaya meningkatkan efektivitas pengelolaan klaim COVID-19 melalui beberapa tahapan yang meliputi 1) prospektif dengan memastikan eligibilitas peserta, 2) concurent dengan memverifikasi klaim melalui logika verifikasi serta 3) retrospektif yaitu dengan meninjau kembali data klaim melalui dashboard monitoring evaluasi klaim.
Menurut dia, ada sejumlah tantangan dalam mencegah fraud pada klaim COVID-19, seperti regulasi yang baru terbit setelah pelayanan diberikan kepada pasien, pemahaman terhadap regulasi yang belum sama, belum optimalnya kepatuhan terhadap regulasi dan kebijakan yang berlaku serta adanya pasien COVID-19 yang memiliki identitas lebih dari satu nomor dalam pengajuan klaim oleh rumah sakit.
"Upaya pencegahan fraud, kami juga lakukan melalui sosialisasi dan asistensi teknis kepada stakeholders. Dengan verifikasi by system dan menggunakan aplikasi khusus, kami berharap potensi fraud juga dapat dideteksi sedini mungkin. Kami mengharapkan komitmen rumah sakit untuk tertib administrasi dalam mengajukan klaim COVID-19. Kami juga berharap Dinas Kesehatan dan stakeholders terkait dapat memberikan dukungan dalam upaya menyelesaikan klaim dispute COVID-19," tegas Ghufron.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meminta BPJS Kesehatan menjalankan tugasnya dalam melakukan verifikasi klaim COVID-19 dengan optimal.
"Saya mengharapkan BPJS Kesehatan bisa melakukan pemeriksaan kewajaran klaim rumah sakit dengan sebaik-baiknya. Saya berterima kasih kepada seluruh masyarakat dan whistleblower yang bisa memberi masukan terhadap pelaksanaannya di lapangan untuk penyempurnaan ke depan," kata Menkes Budi.
BACA: Menkes Ingatkan BPJS Kesehatan Soal Lonjakan Biaya Kesehatan