TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan negara-negara di seluruh dunia masih akan menghadapi tantangan sosial dan ekonomi setelah pandemi Covid-19 mereda. Tantangan tersebut merupakan perubahan iklim yang dapat menimbulkan berbagai fenomena, seperti anomali cuaca dan bencana alam.
“Ada tantangan di level global, yaitu di bidang perubahan iklim, yang sama dengan Covid-19 dan akan mengancam seluruh dunia. Adanya kenaikan permukaan laut bisa menyebabkan perubahan iklim dan musim yang semakin sulit ditebak,” ujar Sri Mulyani dalam acara dialog publik Badan Kebijakan Fiskal, Selasa, 30 Maret 2021.
Sri Mulyani menerangkan, perubahan iklim akan mendorong perubahan cuaca secara ekstrem sehingga dapat menimbulkan korban harta benda dan korban jiwa. Selain itu, perubahan iklim memiliki potensi menyebabkan terjadinya berbagai bencana alam, seperti banjir dan tanah longsor.
Menyitir studi United Nations Emergency Force atau UNEF, Sri Mulyani mengatakan telah terjadi peningkatan suhu permukaan global sebesar 1,1 persen dari suhu prainudstrialisasi. Bahkan studi baru menunjukkan bahwa pada 2030, kenaikan suhu diprediksi bisa mencapai 3,2 derajat Celcius.
Potensi kenaikan suhu yang ekstrem bahkan tetap terjadi meski negara-negara telah menunjukkan komitmen nasionalnya mencegah perubahan iklim melalui Perjanjian Paris atau Paris Agreement. Kenaikan ini pun jauh melebihi batas ambang atau treshold sebesar 1,1 persen yang dianggap sudah mengancam dunia.
Sebagai negara dengan populasi yang besar, Sri Mulyani mengatakan Indonesia harus ikut aktif dalam mencegah menjaga iklim dunia melalui program-program mitigasi dan adaptasi. Sebab, akibat dari memburuknya iklim akan mengancam perekonomian.