Kedua kuasa hukum ini menjelaskan, kasus kehilangan dana tersebut mencuat saat dilakukan pencetakan rekening dan penarikan dana pada November 2020 lalu. Saat itu, kepala cabang Bank Mega di Gatot Subroto telah mengundurkan diri.
Lebih lanjut, Munnie menuturkan, bunga yang diberikan bank kepada nasabah bervariasi. Salah satu nasabah bahkan mendapatkan special rate yakni lebih tinggi 0,01 persen dari bunga yang ditawarkan bank pada umumnya.
Para nasabah yang dirugikan itu merupakan nasabah prioritas Bank Mega. Mereka tak hanya menyimpan dana dalam bentuk deposito, tetapi juga sejumlah program simpanan Bank Mega seperti tabungan selama enam bulan dengan bunga tertentu. "Paling lama klien saya ada yang jadi nasabah sejak 2012, simpanan paling tinggi Rp 9 miliar," ucap Munnie.
Saat ini kasus raibnya dana nasabah Rp 56 miliar itu sudah masuk dalam dua berkas pelaporan berbeda. Pertama, pelaporan yang dilakukan langsung oleh nasabah ke Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Mabes Polri. Kedua, pelaporan dilakukan oleh Bank Mega ke Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri.
Lebih jauh, Munnie menilai selama ini Bank Mega tidak cukup koperatif dalam menangani kasus tersebut. Pasalnya, saat kliennya melakukan pengaduan pada November 2020 silam, bank tersebut hanya meminta nasabah mengisi form pengaduan.
Sejak itu juga tak ada koordinasi dari bank yang mengaku masih dilakukan investasi dari pusat. Kasus baru bergulir ketika Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri memanggil nasabah untuk meminta keterangan. Dari pemanggilan tersebut, nasabah kemudian meminta bukti cetak rekening dari 2012.