TEMPO.CO, Jakarta - Tiga orang pekerja migran masih memendam asa bekerja lagi di kapal ikan asing. Mereka bagian dari jutaan tenaga kerja yang bertaruh hidup demi mengumpulkan rupiah di luar negeri. Berdasarkan data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), jumlah pekerja migran Indonesia yang tersebar di berbagai negara mencapai 9 juta orang.
Ketiganya yakni Thalib, Martin, dan Muhammad Reza. Sebelumnya mereka pernah bekerja di kapal milik perusahaan Cina, Dalian Ocean Fishing CO, LTD.
Thalib adalah pemuda berusia 21 tahun asal Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Martin berasal dari Bandung. Sedangkan Reza merupakan anak lelaki yang lahir dan tumbuh di ujung pulau Sumatera, tepatnya di Aceh.
Kini mereka tinggal bersama dalam rumah penampungan yang disediakan Serikat Pekerja Perikanan Indonesia (SPPI). Tempat persinggahan itu terletak di Kabupaten Tangerang.
Ketika ditemui Tempo, Thalib bercerita menjadi bagian dari 157 anak buah kapal (ABK) yang dipulangkan melalui pelabuhan Bitung pada November 2020 silam. Pemuda berambut ikal ini sempat ingin kembali ke kampung halamannya di Sulawesi Tenggara. Namun keinginan itu urung dilakukannya. "Berharap perusahaan masih membayarkan gaji yang belum dibayarkan," ujarnya, Senin, 4 Januari 2021.
Keinginan kuat memperjuangkan hak membuatnya berlabuh ke tempat singgah milik SPPI. Selama dua tahun bekerja di kapal ikan dirinya belum menerima upah yang seharusnya didapatkan.
Thalib masih menanti pembayaran upah sebesar Rp 11 juta. Padahal dirinya telah bekerja di Kapal Long Xing 605 sejak November 2018. "Kalau saya teken kontrak itu digaji US$ 300 per bulan," katanya.
Selain gaji, Thalib juga merasa tertipu untuk ketika akan menjadi ABK kapal ikan melalui perusahaan penyalur yakni PT Alfira Perdana Jaya. Waktu, dirinya membayarkan dana sebesar Rp 7 juta kepada calo yang mengirim ke Jakarta. "Cuma Rp 5 juta uang yang dikirim ke Jakarta untuk tiket dan pengurusan dokumen seperti paspor," ungkap Thalib.