Soerjanto menerangkan, dari ACT, KNKT memungkinkan mendeteksi bunyi-bunyi khusus yang mengindikasikan terjadinya keadaan tertentu lewat suara yang tekirim ke tower AirNav. KNKT akan mencocokkan bunyi itu dengan 85 macam bunyi yang diberikan oleh pabrikan pesawat.
"Kalau di belakang ada bunyi tet, tot, tetet kami punya contoh suara. Misalnya bunyi tetet itu mesinnya mau mati," ujar KNKT.
Meski demikian, data yang diperoleh investigator dari saluran-saluran, seperti ACT hingga FDR, sangat terbatas untuk menarik kesimpulan. Karena itu, penemuan CVR sama pentingnya dengan penemuan kotak hitam FDR.
CVR, kata Soerjanto, akan memberikan petunjuk kecelakaan pesawat dari saluran yang terekam di ruang kokpit, yang tidak terekam di saluran lainnya. Bila CVR ditemukan, investigator akan segera mengunduh data tersebut. Pengunduhan data memerlukan waktu sekitar 2-5 hari. Adapun proses investigasi kecelakaan Sriwijaya Air ini tergantung pada kompleksitas temuannya nanti.
Baca: Pencarian Memori Kotak Hitam CVR Sriwijaya Air Dilakukan Secara Manual
FRANCISCA CHRISTY ROSANA