TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menangkap sinyal positif pemulihan ekonomi dari berbagai sektor, termasuk perdagangan. Salah satu indikatornya adalah rilis Badan Pusat Statistik yang menunjukkan adanya surplus neraca dagang pada Desember 2020 hingga US$ 2,1 miliar.
“Neraca perdagangan kita 2020 surplusnya US$ 21,7 miliar dibandingkan 2019 kita defisit. Ini memberikan optimisme. Kita harap 2021 terus meningkat dan dalam posisi surplus neraca,” ujar Jokowi dalam acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat, 15 Januari 2021.
Menurut data BPS, surplus neraca dagang didorong oleh nilai ekspor yang lebih besar dari impor. Nilai ekspor pada Desember 2020 tercatat sebesar US$ 16,54 miliar, sedangkan impor sebesar US$ 14,44 miliar.
Meski mencatatkan surplus perdagangan, Jokowi mengatakan pemerintah maupun industri keuangan tak boleh cepat berpuas diri. “Tapi hati-hati, kita jangan cepat berpuas diri. Terus bekerja meningkatkan realisasi. Ini momentum harus terus kita jaga, optimisme harus dikelola dengan baik,” tuturnya.
Menurut Jokowi, Otoritas Jasa Keuangan atau OJK harus menjaga kepercayaan pasar dan masyarakat terhadap sektor keuangan. Ia mewanti-wanti OJK mengantisipasi munculnya praktik-praktik keuangan yang merugikan masyarakat untuk menjaga stabilitas pasar.
“Kita harus membangun sistem internal yang baik sehingga meningkatkan kepercayaan internasional ke industri keuangan kita,” tuturnya.
Selain neraca perdagangan yang diklaim membaik, Jokowi memandang pemulihan ekonomi tampak dari data realisasi investasi hingga September 2020 yang mencapai Rp 611,6 triliun atau meningkat 8,9 persen. “Saya melihat peningkatan realisasi investasi di 2020 merupakan hal yang positiif dan patut dipertahankan,” katanya.
Baca: Minta PUPR Percepat Tender, Jokowi: Kondisi Masih Krisis, Aura Berbeda