TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri kembali mengkritik penanganan Covid-19 melalui cuitan di media sosial Twitter. Kritik ini dilontarkan setelah pemerintah mengumumkan kenaikan kasus mencapai 15 persen.
"Buruk muka cermin dibelah: testing dan contact tracing rendah, cuti bersama, pilkada, data buruk, Terawan, kebijakan tidak konsisten, diskon pesawat, bebas airport tax, ... dst," kata Faisal Basri seperti dikutip dari cuitannya lewat akun @FaisalBasri, Jumat, 25 Desember 2020.
Faisal Basri mengomentari pernyataan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang memperparah adalah keterkaitan ketidakpatuhan terhadap protokol kesehatan dan masa libur panjang.
Wiku menjelaskan bahwa sebulan terakhir menjadi kenaikan tertinggi dan tersingkat. Kasus aktif meningkat dua kali lipat dari 54.804 kasus menjadi 103.239. Persentase daerah yang tidak patuh protokol kesehatan pun meningkat 48,01 persen.
Kenaikan kasus aktif ini dibarengi dengan peningkatan testing. Meski angka testing mingguan meningkat, ini tidak dibarengi dengan penurunan kasus aktif.
Keterangan pers itu disampaikan Wiku dan disiarkan di YouTube Sekretariat Presiden, Kamis malam, 24 Desember 2020. "Saat ini persentase daerah yang tidak patuh protokol kesehatan naik dari 37,13 menjadi 28,01 persen. Pada periode ini ada libur panjang 28 Oktober-1 November 2020," ujar Wiku. Sebelumnya tren kenaikan jumlah kasus terjadi pada libur panjang Idul Fitri 22-25 Mei dan periode 17,20-23 Agustus 2020.