Atas dasar data itu, menurut Wiku, dapat disimpulkan setiap kenaikan kasus aktif selalu diiringi oleh kenaikan persen daerah yang tidak patuh protokol kesehatan. "Dan selalu berasal dari event libur panjang."
Ia juga menyayangkan jumlah tes mingguan telah meningkat tapi tidak diikuti penurunan kasus aktif. "Ini bukti masyarakat masih ceroboh, membahayakan diri sendiri dan orang lain. Jika ini terus berlangsung, ini seperti kondisi di mana masyarakat seperti menggali kuburnya sendiri," ucapnya.
Lebih jauh Wiku menyebutkan, momentum libur natal dan tahun baru dapat menjadi pembuktian dari masyarakat belajar dari libur panjang sebelumnya. "Mari jadi kelompok yang berperan tidak berpergian dan menghindari kerumunan," katanya.
Sementara itu, epidemiolog dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan bahwa penularan Covid-19 yang tinggi beberapa hari terakhir ini sudah bukan karena efek libur panjang. “Tapi minimnya kesadaran dan pelacakan," katanya ketika dihubungi.
Pemerintah sudah ada lampu kuning untuk ekstra hati-hati. “Pemerintah harus diingatkan akan ekstra berhati-hati,” ucap Tri Yunis.
Ia menyarankan agar pemerintah segera menambah fasilitas kesehatan dan sumber daya manusia untuk mengantisipasi lonjakan pasien Covid-19. Jika pemerintah telat mengambil kebijakan jangka pendek, bisa berpotensi meningkatkan risiko kematian terhadap pasien Covid-19.
BISNIS | ANTARA | RR ARIYANI
Baca: Cerita Faisal Basri soal Budi Gunadi Sadikin: Panglima Perang Melawan Covid-19