TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan sekitar Rp 680,89 triliun hingga 17 November 2020. Nilai itu terutama bersumber dari penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sekitar Rp 155 triliun dan ekspansi moneter sekitar Rp 510,09 triliun.
"Sejalan dengan kebijakan moneter dan makroprudensial akomodatif yang ditempuh Bank Indonesia, kondisi likuiditas tetap longgar sehingga mendorong suku bunga terus menurun dan mendukung pembiayaan perekonomian," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam siaran virtual RDG, Kamis, 19 November 2020.
Baca Juga:
Dia mengatakan, longgarnya kondisi likuiditas mendorong tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yakni 30,65 persen pada Oktober 2020 dan rendahnya rata-rata suku bunga PUAB overnight, sekitar 3,29 persen pada Oktober 2020.
Longgarnya likuiditas serta penurunan BI7DRR berkontribusi menurunkan suku bunga deposito dan kredit modal kerja pada Oktober 2020 dari 5,18 persen dan 9,44 persen pada September 2020 menjadi 4,93 persen dan 9,38 persen. Imbal hasil SBN 10 tahun turun dari 6,58persen pada akhir Oktober 2020 menjadi 6,13 persen per 18 November 2020.
Dari besaran moneter, kata dia, pertumbuhan besaran moneter M1 dan M2 pada Oktober 2020 meningkat, yaitu sebesar 18,5 persen (yoy) dan 12,5 persen(yoy).
"Ke depan, ekspansi moneter Bank Indonesia serta percepatan realisasi anggaran dan program restrukturisasi kredit perbankan diharapkan dapat mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan bagi pemulihan ekonomi nasional," ujarnya.
HENDARTYO HANGGI
Baca juga: Turunkan Suku Bunga Acuan Jadi 3,75 Persen, BI Berharap Dorong Pemulihan Ekonomi