Moshe menilai pemerintah juga perlu ikut menanggung risiko untuk meningkatkan produksi. Dia mencontohkan pembagian beban pelaksanaan Enhanced Oil Recovery (EOR) antara kontraktor, pemerintah dan vendor. Sebab metode EOR membutuhkan dana yang besar untuk diwujudkan di lapangan tua.
Pemerintah juga perlu ikut berinvestasi demi meningkatkan pengeboran. Salah satunya dengan memperkaya data seismik yang akurat. "Investor akan makin suka jika makin banyak data," ujarnya.
Selain berupaya mendatangkan investor baru, Wakil Ketua Komisi Energi DPR RI, Eddy Soeparno, menyatakan pemerintah juga perlu fokus menjaga pelaku usaha yang masih bertahan. Sejumlah perusahaan memutuskan hengkang dari proyek migas dalam negeri seperti Shell Upstream Overseas Ltd dan PT Chevron Pacific Indonesia.
"Kita perlu membuat Indonesia menjadi lebih menarik lagi karena investor migas punya banyak pilihan, selain di Indonesia mereka bisa ke mana saja," katanya. Selain insentif fiskal, dia sepakat payung hukum berupa UU Migas perlu segera diselesaikan.
Ketua Komisi Energi DPR RI, Sugeng Suparwoto, menyatakan tengah bersiap mengajukan revisi UU Migas sebagai program legislasi nasional 2021. Dalam waktu dekat dia akan berkirim surat ke Badan Legislasi. "Pembahasan revisi UU Migas akan kita mulai pertengahan tahun depan secara simultan setelah RUU EBT," katanya. Di dalamnya akan dibahas sejumlah pasal yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi.
Baca: Menteri ESDM Dorong Temuan Blok Migas di 68 Potensi Cekungan