“Mudah-mudahan pada akhir tahun ini paling lambat sudah mendapatkan persetujuan dari pemegang saham dan pemerintah untuk menjadi holding BUMN pangan,” katanya.
Dari aspek rantai produksi, kata dia, gabungan usaha pelat merah ini akan menjadi penyedia komoditas strategis. “Kami off taker dari teman-teman yang selama ini berperan dalam mata rantai penyediaan pangan, seperti petani plasma, nelayan, koperasi, badan usaha milik desa dan sebagainya.”
Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Fadjar Sumping Tjatur Rasa, mengatakan peternakan merupakan salah satu sektor yang harus dijangkau BUMN. Program pembibitan sapi, dia mencontohkan, sulit berkembang lantaran digarap oleh peternak rakyat. “Karena investasinya harus jangka panjang,” ujarnya.
Hingga berita ini ditulis, Tempo belum berhasil menghubungi perwakilan Kementerian BUMN terkait rencana realisasi holding pangan, baik melalui pesan pendek maupun panggilan telepon.
Dalam keterangan tertulis, akhir pekan lalu, Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin, menyebut holding pangan akan mendukung pemerataan produksi perikanan, termasuk ekspansi areal penangkapan. Fasilitas perikanan yang masih terkonsentrasi di kawasan barat Indonesia pun bisa diperluas. “Meningkatkan produksi di wilayah timur," katanya.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance, Rusli Abdullah, justru meminta holding BUMN pangan tak mengusik rantai pasok komoditas yang banyak dipegang swasta, seperti beras.
“Seharusnya bermain di komoditas yang masih sepi, seperti jagung atau sagu, kan bisa menjadi alternatif produk karbohidrat selain beras,” ucapnya. Holding pun didesak menjadi penyedia subtitusi komoditas yang sarat impor, seperti gula.
Baca: Kontrak Baru Adhi Karya Naik 20,8 Persen pada Oktober 2020
YOHANES PASKALIS | ANTARA