TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Indonesia (APIDMI) Ipung Nimpuno menilai langkah 21 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membahas Rancangan Undang-undang Larangan Minuman Beralkohol tidak mendesak. RUU Minuman Beralkohol ini justru ditengarai menambah beban pengusaha di tengah pelemahan ekonomi karena krisis pandemi Covid-19.
“Di situasi ekonomi yang lagi krisis, tidak ada gentingnya DPR dorong RUU ini, tidak ada urgensinya,” ujar Ipung saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 14 November 2020.
Alih-alih merembuk soal minuman beralkohol, Ipung memandang semestinya DPR lebih berfokus menyelesaikan masalah penangan Covid-19 bersama pemerintah dan masyarakat. Apalagi konsumsi minuman beralkohol di Indonesia tercatat sangat kecil, yakni hanya 0,2 persen dari jumlah penduduk secara keseluruhan.
Persentase konsumsi minuman beralkohol ini setara dengan 1 mililiter per orang. Angka ini jauh lebih rendah dari konsumsi di Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Wacana pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol bukan kali pertama muncul dari gedung parlemen. Sejak 2014-2015, DPR memasukkan RUU yang sama, yakni yang mengatur tata-niaga minuman beralkohol. Namun RUU ini menguap.
Menurut Ipung, bila ingin mengatur soal minuman beralkohol, semestinya DPR berfokus pada konsumsi miras jenis oplosan. Oplosan adalah minuman yang mencampurkan zat metanol dan bahan-bahan lain yang membahayakan bagi kesehatan.