TEMPO Interaktif, Surakarta: Pengusaha di daerah mengeluhkan kurangnya informasi mengenai krisis finansial global, sehingga kesulitan untuk mempersiapkan strategi antisipasi. Sementara beberapa industri berbasis ekspor telah telanjur tersungkur.
"Kita yakin pemerintah melakukan kebijakan yang positif," kata Hardono, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Solo. Saat ini dampak yang terasa adalah adanya kenaikan suku bunga kredit perbankan.
Hardono merasa informasi yang diperoleh pengusaha di daerah mengenai krisis global, terutama dari pemerintah, sangat minim. "Berbeda dengan pengusaha di pusat yang memiliki arus informasi yang terbuka," ujarnya.
Menurutnya, para pengusaha di daerah, terutama yang berbasis produksi, perlu banyak informasi dari pemerintah agar segera memperoleh kepastian. "Karena memang sama sekali tidak tahu apa yang harus dilakukan," kata Hardono.
Selain tidak memiliki akses informasi yang luas, pengusaha di daerah juga tidak memiliki kekuatan guna ikut memberi masukan terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam mengantisipasi krisis tersebut.
Secara terpisah, Pemimpin Kantor Bank Indonesia Solo, Dewi Setyowati, mengatakan dirinya telah membuat surat beserta lampiran yang berisi penjelasan mengenai dampak krisis global.
"Besok pagi (16/10) akan kami kirimkan ke semua stakeholder," kata Dewi. Melalui penjelasan tersebut diharapkan para pengusaha bisa mempersiapkan langkah guna menghadapi krisis ekonomi global tersebut.
Dewi mengatakan saat ini kondisi perbankan di Solo masih sangat baik, tidak ada gejolak apa pun. "Perbankan masih full confidence," kata Dewi. Dia yakin realisasi kredit hingga akhir tahun masih bisa memenuhi target.
Sementara itu, para perajin rotan di Trangsan, Gatak ,Sukoharjo telah telanjur tersungkur akibat adanya krisis ekonomi global tersebut. "Terutama yang hanya mengandalkan pembeli dari Amerika," kata Suparji, Ketua Koperasi Perajin Rotan Manunggal Jaya Sukoharjo. Paling tidak ada dua industri rotan di Gatak yang kini menghentikan produksi karena tidak ada order.
Salah satu eksportir di Gatak, Haryanto, mengakui jika permintaan hasil produksi dari Amerika kini terhenti total. "Padahal 70 persen produksi biasanya saya kirim ke Amerika," kata pemilik PT Surya Abadi Furniture ini. Kini dirinya harus mencari pasar baru untuk menjual hasil produksi yang memiliki volume 8 kontainer per bulan tersebut.
Ahmad Rafiq