Di tengah tekanan pada penerimaan ini, pemerintah harus mengalokasikan insentif perpajakan mencapai Rp120,6 triliun. Ini adalah bagian kecil dari keseluruhan biaya penanganan Covid-19 yang dialokasikan sebesar Rp695,2 triliun.
Sehingga, kata Sri Mulyani, kontraksi pajak 17 persen dan belanja yang naik ini pada akhirnya membuat defisit anggaran naik jadi 6,3 persen terhadap PDB atau mencapai Rp1000 triliun. Tapi bagi Sri Mulyani, anak buahnya di Ditjen Pajak tetap harus saling memberi dukungan kepada para wajib pajak yang selama ini berkontribusi pada penerimaan negara.
"Saya anggap hari-hari ini, harus saling mendukung, kita jaga mereka melewati masa sulit ini," kata dia. Akan tetapi, ketika wajib pajak itu memiliki kemampuan membayar pajak, maka harus tetap harus ditagih.
Sri Mulyani berpesan bahwa di masa Covid-19 ini, pekerjaan dari Ditjen Pajak tidak boleh berkurang karena penerimaan yang sedang menurun. Tapi sebaliknya, harus lebih lebih giat untuk kebutuhan pemulihan ekonomi di tahun-tahun berikutnya.
Baca juga: Inflasi Lebih Rendah dari Target, Sri Mulyani: Sisi Permintaan Terus Didorong
FAJAR PEBRIANTO