Dengan menghapus berbagai pembatasan besar pada investasi dan memberikan sinyal bahwa Indonesia terbuka untuk bisnis, menurut Bank Dunia, hal ini dapat membantu menarik investor, menciptakan lapangan kerja, dan membantu Indonesia memerangi kemiskinan.
Dalam pernyataannya, Bank Dunia juga mengingatkan implementasi dari undang-undang secara konsisten akan sangat penting. Selain itu, pelaksanaannya akan memerlukan peraturan pelaksanaan yang kuat untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan serta upaya bersama pemerintah Indonesia dan pemangku kepentingan lainnya.
Namun dukungan Bank Dunia ini berbeda dengan pernyataan sebelumnya yang dirilis pada pertengahan bulan Juli 2020 lalu. Dalam laporannya bertajuk 'Ringkasan Eksekutif: Jalan Panjang Pemulihan Ekonomi' yang dirilis Juli lalu, lembaga dunia ini ternyata sempat memberikan pandangan terkait dengan dampak negatif dari Omnibus Law Cipta Kerja.
"RUU ini juga mengusulkan reformasi yang dapat mengakibatkan dampak buruk, terutama dalam lingkungan ekonomi saat ini," tulis Bank Dunia di dalam laporan setebal 4 halaman tersebut.
Salah satu yang dipersoalkan Bank Dunia adalah usulan di dalam RUU ini mengenai relaksasi persyaratan untuk perlindungan lingkungan hidup akan merusak kekayaan sumber daya alam yang sangat penting bagi mata pencaharian banyak orang dan dapat berdampak negatif terhadap investasi. Meskipun upaya pemerintah di bidang ini ditargetkan untuk mengurangi penundaan perizinan.
"Namun demikian, penyebab keterlambatan dan ketidakpastian untuk mendapatkan izin lingkungan hidup adalah proses yang rumit dan pelaksanaannya yang sewenang-wenang dan korup, daripada perlindungan yang termaktub di dalam Undang-Undang Lingkungan hidup (2009)," ungkap Bank Dunia.
Saat itu, Bank Dunia menyoroti RUU ini menghapus prinsip keselamatan dari beberapa undang-undang yang mengatur perizinan kegiatan dan produk-produk yang berisiko tinggi, seperti obat-obatan, rumah sakit, dan konstruksi bangunan, dan tidak lagi menganggapnya sebagai risiko yang tinggi. Selanjutnya, beberapa revisi di dalam RUU ini yang diusulkan untuk UU Ketenagakerjaan dapat mengurangi perlindungan bagi para pekerja.
Bank Dunia saat itu pun membahas usulan pembebasan dari kepatuhan terhadap upah minimum yang meluas dan reformasi untuk menghapuskan pembayaran pesangon tanpa adanya usulan yang sepenuhnya disempurnakan untuk tunjangan pengangguran yang efektif. Begitu juga tentang skema asuransi yang dinilai dapat melemahkan perlindungan bagi para pekerja dan meningkatkan ketimpangan pendapatan. "Ini khususnya bermasalah pada saat pengangguran meningkat karena krisis Covid-19," tulis Bank Dunia.
BISNIS
Baca: Bank Dunia Sebut Omnibus Law Bisa Dukung Pemulihan Ekonomi RI