TEMPO.CO, Jakarta - Bank Dunia ikut mengomentari Undang-undang Cipta Kerja alias Omnibus Law yang telah diketok Dewan Perwakilan Rakyat Senin pekan lalu.
Lembaga keuangan internasional itu menilai beleid sapu jagad tersebut merupakan upaya reformasi besar-besaran untuk menjadikan Indonesia lebih berdaya saing dan mendukung aspirasi jangka panjang bangsa untuk menjadi masyarakat yang sejahtera.
"Ini dapat mendukung pemulihan ekonomi yang tangguh dan pertumbuhan jangka panjang di Indonesia," seperti dikutip dalam laman resmi Bank Dunia, worldbank.org, Jumat, 16 Oktober 2020.
Menurut Bank Dunia, penghapusan pembatasan yang berat pada investasi menandakan bahwa Indonesia terbuka untuk bisnis. Sehingga, beleid tersebut dinilai dapat membantu menarik investor, menciptakan lapangan kerja dan membantu Indonesia memerangi kemiskinan.
Berikutnya, Bank Dunia mengatakan penerapan Undang-undang secara konsisten menjadi penting dan akan membutuhkan peraturan pelaksanaan yang kuat untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
"Bank Dunia berkomitmen untuk bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia dalam reformasi ini, menuju pemulihan ekonomi dan masa depan yang lebih cerah bagi seluruh rakyat Indonesia," tulis Bank Dunia.
Di dalam negeri, Undang-undang atau UU Cipta Kerja masih sarat penolakan. Penolakan tersebut salah satunya muncul dari kalangan buruh. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan tidak akan terlibat dalam pembahasan aturan turunan UU Cipta Kerja.
Dia menyampaikan ke depan aksi penolakan omnibus law oleh buruh akan semakin membesar dan bergelombang. "Buruh menolak omnibus law UU Cipta Kerja. Dengan demikian tidak mungkin buruh menerima peraturan turunannya. Apalagi terlibat membahasnya," kata Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Kamis, 15 Oktober 2020.
Ke depannya, ada empat langkah yang akan dilakukan buruh dalam menolak UU Cipta Kerja. Pertama, akan mempersiapkan aksi lanjutan secara terukur terarah dan konstitusional, baik di daerah maupun aksi secara nasional.
Kedua, mempersiapkan ke Mahkamah Konstitusi untuk uji formil dan uji materiil. Ketiga, meminta legislatif review ke DPR dan eksekutif review ke Pemerintah. Keempat, melakukan sosialisasi atau kampanye tentang isi dan alasan penolakan omnibus law Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan oleh buruh.