TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mempertanyakan isu kepemilikan warga negara asing atau WNA di apartemen yang kembali muncul usai Omnibus Law UU Cipta Kerja disahkan pekan lalu.
Dalam pasal 144 ayat 1 di beleid itu disebutkan bahwa hak milik atas satuan rumah susun (sarusun) dapat diberikan kepada WNA yang mempunyai izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak milik tersebut, menurut Ali, menjadi tidak jelas karena berbeda dengan Peraturan Menteri Agraria Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) No. 29/2016.
Sebab, di Peraturan Menteri Agraria itu disebutkan hak milik sarusun hanya bisa dikantongi oleh warga negara Indonesia atau WNI. WNI bisa menggenggam hak milik atas sarusun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai di atas tanah negara, serta hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak pengelolaan.
Adapun untuk WNA, menurut peraturan tersebut, hanya dapat berupa hak pakai atas satuan rumah susun (hak pakai sarusun). “Jadi, dengan adanya penyebutan hak milik atas sarusun pada pasal 144 (1) di UU Cipta Kerja, perlu ada penegasan seperti apa yang dimaksud,” kata Ali, Ahad, 11 Oktober 2020.
Begitu juga dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 103/2015 yang menyebutkan kepemilikan apartemen bagi WNA sudah dimungkinkan dengan hak pakai. UU Pokok Agraria No. 5/1960 pun mengatur WNA sudah bisa memiliki properti dengan hak pakai.
Dalam Pasal 4 di PP No. 103/2015 disebutkan bahwa hunian yang dapat dimiliki oleh WNA adalah rumah tunggal di atas tanah hak pakai atau hak pakai di atas hak milik. WNA juga dapat memiliki satuan rumah susun yang dibangun di atas bidang tanah hak pakai.