Menurut mereka, dari penjualan sektor makanan, minuman dan tembakau yang mencapai Rp 300 triliun, sebesar 15 persen telah digerus produk ilegal. “Itu senilai Rp 45 triliun,” kata Ketua Bidang Regulasi Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia, Franky Sibarani di Departemen Perindustrian, Jakarta, Kamis (9/10).
Franky meminta pemerintah melindungi produk domestik dengan meminimalisir produk ilegal. “Kalau produk ilegal itu bisa diminimalisir itu bisa menjadi potensi produk dalam negeri untuk masuk,” katanya.
Menurutnya, dengan adanya krisis negara Amerika akan mengurnagi impor. Sementara ekspor Cina ke negara tersebut cukup besar. Karena itulah, kemungkinan pengalihan pasar ekspor Cina ke Asia termasuk Indonesia besar sekali.
Pemerintah bisa melakukan razia terhadap produk ilegal. Franky menyebut contoh razia terhadap produk makanan dan minuman yang mengandung oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Departemen Perdagangan terbukti menekan produk makanan impor ilegal.
Ketua Gabungan Pengusaha Elektronik, Rahmat Gobel juga mengaku was-was akan semakin membanjirnya produk-produk ilegal dari luar negeri, misalnya dari Cina. Alasannya, sebesar 50 persen elektronik Indonesia itu impor, sedangkan 90 persen dari angka impor tersebut merupakan barang ilegal. Kemungkinan, lanjut Rahmat, masuknya barang-barang ilegal tersebut dibawa masuk dengan tongkang, dari pulau ke pulau sehingga bisa lolos.
Pengamanan pasar dalam negeri, menurut Rahmat, juga bisa dilakukan dengan menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib. “Setidaknya target pada 2010, semua harus menggunakan SNI wajib,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Perlampuan, John Manoppo mengaku khawatir produk lampu Cina akan semakin membanjiri Indonesia. Alasannya, Amerika dan Cina menghentikan impor lampu dari Cina. “Tapi karena Cina sudah terlanjur produksi maka produksi akan dialihkan ke negara-negara lain,” kata John.
Nieke Indrietta