TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Kilang Pertamina International (KPI) Ignatius Tallulembang menyatakan bahwa selama pandemi Covid-19, permintaan bahan bakar jenis solar menurun drastis. Perusahaan lalu memutuskan solar dijual melalui ekspor dengan harga murah.
"Pasokan secara angka berlebih, sedangkan permintaan di dalam negeri sendiri turun, maka kami memutuskan untuk dijual ekspor lebih murah," kata Ignatius Tallulembang dalam rapat kerja bersama Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, di Jakarta, Senin, 5 Oktober 2020.
Lebih jauh ia menjelaskan sebetulnya kilang Pertamina sudah dioperasikan pada angka minimum ketika permintaan berangsur menurun. Namun begitu, tetap saja kilang menghasilkan solar yang berlebih.
Posisi Pertamina juga dilematis karena dalam kondisi seperti itu tak bisa hanya menghentikan produksi solar. Sebab, produk lainnya seperti elpiji, gasoline, dan produk turunan lainnya masih dibutuhkan.
Karena tidak menghentikan produksi itu pula, kata Ignatius Tallulembang, maka Pertamina memutuskan untuk menjual solar ke luar negeri dengan mekanisme harga pasar. Dengan mekanisme produk dilepas ke pasar global itu pula, akhirnya solar harus dijual dengan harga pasar pula yang kini trennya menurun.
"Itulah penjelasannya kenapa dijual ke luar negeri harganya jadi murah," kata Ignatius Tallulembang. Pertamina telah mengekspor 200 ribu barel atau 31,8 ribu kiloliter (kl) solar premium atau minyak diesel kecepatan tinggi (High Speed Diesel/HSD) senilai US$ 9,5 miliar ke Malaysia.
ANTARA
Baca: Bos Pertamina Blak-blakan Jelaskan Harga BBM di RI Masih Mahal