"Selama proses pemesanan, tidak sedikit pengimpor yang tahu ada kewajiban Persetujuan Impor (PI), sehingga barang yang tiba sulit dikeluarkan," tutur Subandi.
Menurut dia, hal itu juga berdampak pada penambahan biaya karena bahan yang tertahan di pelabuhan. Selain itu, Subandi berujar kebijakan itu juga berpotensi menyebabkan retaliasi atau tindakan pembalasan di bidang perdagangan antar negara. Hal itu, kata dia, pernah terjadi pada saat pembatasan impor produk hortikultura dari Pakistan yang dibalas dengan pengaturan ekspor kelapa sawit.
Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Elis Masitoh mengatakan pemerintah mempunyai target pengendalian impor sebesar 35 persen pada 2024. Hal ini dilakukan untuk menjaga pasar dalam negeri. Puncak permintaan produk alas kaki biasanya terjadi pada periode Lebaran dan tahun ajaran baru. Namun, momentum tersebut terlewatkan karena adanya pandemi Covid-19.
Saat ini, ujar Elis, banyak stok alas kaki di pabrik yang menumpuk. Di sisi lain, produk tersebut harus terserap di dalam negeri. Namun, pusat perbelanjaan masih sepi dan daya beli masyarakat juga masih rendah. Untuk itu, kata dia, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah menjaga impor alas kaki masuk ke pasar dalam negeri.
"Biarlah pasar dalam negeri diisi oleh produk lokal. Masyarakat tidak ada pilihan barang impor supaya bangga juga beli produk lokal," kata Elis.